Kelas berakhir disaat matahari sudah berwarna
oranye keunguan saat itu. Aku mulai merapikan berbagai diktat, ballpoint,
pensil yang betebaran di mejaku. Aku melirik sekilas ke arahmu. Sama, saat itu kamu
juga sibuk seperti aku. Sambil tersenyum aku melihatmu masih sempat mengecek
ponsel pintarmu, mengerutkan kening, lalu tersenyum. Entah sejak kapan aku
mulai memperhatikanmu, mungkin sejak saat kita tiba-tiba menjadi dekat karena
kesamaan hobi kita. Aku tersenyum dan melanjutkan merapikan barang-barangku ke
dalam tas. Aku melihatmu sudah di pinggir pintu kelas, kamu menatapku.
“Lama banget sih, ayo cepetan!” serumu.
Aku termenung. “Iya tungguin!” jawabku sambil bergegas berjalan ke arahmu.
“Lama banget sih, ayo cepetan!” serumu.
Aku termenung. “Iya tungguin!” jawabku sambil bergegas berjalan ke arahmu.
Begitu di ambang pintu, aku
tersentak dengan kilau matahari sore yang berwarna oranye saat itu. Aku melirikmu,
dan kamu tersenyum. “Keren ya..” katamu.
Aku mengangguk lalu tersenyum “Iya.
Keren..”
Aku menikmati pemandangan senja
oranye sore itu, berjalan di belakang punggungmu, dan samat-samat mencium aroma
parfum yang begitu menenangkan.
“Hey, suka memotret senja?”
Kamu menoleh, “suka, biasanya
akan menghasilkan siluet yang cantik jika senjanya seperti ini..” lalu kamu
tersenyum.
“Aku suka potret hasil siluet..”
“Hahaha.. Jangan harap aku mau
memotretmu. Dasar Ge-Er!” kau tertawa dan mulai berlari.
Aku tersenyum, aku tau kau
bercanda. Bukankah selama seminggu ini kita menghabiskan waktu bersama untuk
saling memotret. Aku dalam DSLRmu. Dan kamu dalam benakku. Aku mengejarmu. Dan ya,
senja ini benar-benar menghasilkan potret siluet yang cantik. Potret nyata
dihadapanku, berlari.
“Tungguin dong! Aku kan nggak
bisa lari!” sambil melemparmu dengan gulungan kertas soal ujian tadi.
Kau berhenti, dan berbalik. “Sori
sori.. aku lupa kamu nggak kuat lari..” katamu sambil menyelipkan senyum
diantara kesusahanmu mengambil nafas. “Ayo, keburu senjanya hilang!” katamu dan kau mulai berlari lagi.
Tanah lapang ini, dan senja yang
semakin pekat. Aku melihatmu mulai mengeluarkan DSLRmu dari dalam tas dan mulai
memotret. Aku terengah. Saat itu kau berbalik kearahku dan mulai memotret. “Nggak
usah bilang yang lain ya..” katamu sambil terus mengambil gambar.
Yah, aku juga lebih suka dengan
adanya ‘rahasia’. Setidaknya, memiliki sesuatu hal yang hanya kita berdua yang
tau, cukup seru, bukan?
“Untuk apa?” tanyaku sambil duduk
di tengah tanah lapang ini.
Kau berhenti sejenak. Dan ikut
duduk di sebelahku. Kamu tersenyum. “Untuk kita.”
Aku terdiam. Kita? Ada apa
memangnya dengan kita? Aku tidak memperhatikan kalau saat itu kamu sudah
membereskan semua alat potret memotretmu dan mulai bangkit berdiri. Kemudian melangkah
pergi.
Aku masih saja terdiam di
tempatku. Memandangmu yang semakin jauh. Entah kekuatan dari mana yang aku
dapatkan hingga aku bangkit dan mengejarmu. “Hey! Malah ditinggal. Tungguin dong..!”
Bahkan aku tidak menyadari kalau
kamu tidak mengizinkanku untuk mengejarmu. Karena kau berbalik dan berkata. “sori,
aku lupa kamu nggak kuat lari..” sambil menahan tawa.. lalu.... Memelukku.